SUARAPGRI - Jawa Timur - Tidak seluruh guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) SMA-SMK se-Jawa Timur akan mendapatkan subsidi. Berdasarkan perhitungan, subsidi hanya cukup diberikan untuk 8 ribu orang.
Rencananya, subsidi yang dikucurkan mencapai Rp 750 ribu setiap bulan kepada GTT dan PTT. Dananya bersumber dari APBD Jatim. Namun, rencana tersebut diperkirakan tidak diperoleh semua GTT dan PTT.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman menyatakan bahwa pihaknya menerjunkan tim yang disebar sesuai dengan koordinator wilayah untuk melakukan verifikasi.
Tujuannya, menelusuri data GTT/PTT. Sebab, dalam pendataan, jumlah GTT ditemukan terus meningkat. Mulai 3 ribu orang, naik menjadi 6 ribu orang, hingga kini tercatat 9 ribu orang.
Padahal, subsidi gaji yang dialokasikan hanya untuk 4 ribu GTT dan 4 ribu PTT se-Jatim.
”Itu terjadi karena datanya dobel. GTT yang sama mengajar di sekolah lain, tapi ternyata dihitung orang yang berbeda,” terangnya.
Menurutnya, meski nanti ada 5 ribu GTT yang tidak memperoleh subsidi, mereka tetap mendapat surat keputusan (SK). Tujuannya, sekolah bisa membayar gaji GTT melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono menyayangkan sikap dispendik yang tidak memberikan subsidi kepada seluruh GTT dan PTT yang tercatat. Pembatasan kuota untuk GTT dan PTT dengan persyaratan tertentu itu jelas bersifat diskriminatif.
Tidak diberikannya subsidi secara merata hanya akan menimbulkan kecemburuan bagi para guru. Misalnya, di satu sekolah, ada sepuluh GTT. Namun, ternyata, berdasarkan SK, yang mendapatkan subsidi hanya lima orang.
”Mereka yang tidak dapat ini bisa jadi kerjanya ogah-ogahan karena menganggap tidak diperlakukan sama,” ujarnya.
Selain itu juga, Eko mengkritisi sikap dispendik dalam menentukan kriteria guru yang mendapatkan subsidi. Yakni, mulai bekerja sejak tahun 2012 dan memiliki linierisasi keilmuan dengan bidang yang diajar.
”Syarat yang terakhir ini cukup memberatkan,” tuturnya.
Selama ini, banyak guru GTT yang tidak hanya mengajar secara linier. Sebab, banyak guru yang kekurangan jam mengajar di satu sekolah. Tidak tercukupi jam mengajar minimal tersebut akan berdampak pada tunjangan yang diberikan guru.
Karena itu, dia menyarankan agar kesesuaian jam tetap menjadi pertimbangan untuk guru menerima subsidi. Sebab, jika hanya bergantung pada linierisasi, akan banyak guru yang tidak lolos verifikasi.
”Kalau guru PNS bisa tidak linier, mengapa GTT tidak bisa,” pungkasnya.
Ketua PGRI Jawa Timur Ichwan Sumadi mengingatkan agar proses seleksi dan verifikasi GTT/PTT yang mendapat subsidi bisa adil dan tanpa kecurangan.
Meski Pemprov Jatim mampu memberikan subsidi untuk empat ribu GTT dan empat ribu PTT, pihaknya berharap bisa menambah jumlah tersebut. Karena itu, perlahan-lahan semua GTT dapat dibiayai APBD Jatim.
”Sebab, semua punya tugas yang sama,” imbuhnya.(sumber: jawapos.com)
Comments
Post a Comment