SUARAPGRI - Semarang, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi segera memberi kepastian kepada nasib jutaan guru tidak tetap di Indonesia, utamanya di Jawa Tengah.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, nasib GTT semakin tidak menentu. Hal tersebut ia sampaikan saat berbicara dalam diskusi kelompok terarah yang digelar PGRI Jateng memperingati Hari Guru di Wisma Perdamaian Semarang, Selasa (28/11/2017).
GTT selama ini diangkat oleh kepala sekolah karena kekurangan guru. Kekurangan guru di Jateng mencapai 49.631. Terdiri dari TK, SD dan SMP sebanyak 38.859. Kemudian 4.732 guru SMA, 5.056 guru SMK, dan 934 guru SLB.
“Kondisinya darurat guru lalu kepala sekolah inisiatif cari guru honorer,” ucap Ganjar dalam diskusi bertema 'Solusi Kekurangan Guru dan Permasalahan GTT di Jateng'.
Keberadaan guru honorer atau GTT ini tidak diakui Kemendikbud. Sebab, GTT tidak bisa mengikuti sertifikasi karena tidak memiliki surat keputusan pengangkatan dari pemerintah daerah.
Sementara untuk mengangkat GTT, kepala daerah tersandera Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2006 yang melarang pengangkatan guru honorer.
Kepala Biro Hukum Kemenpan RB Herman Suryatman yang hadir mewakili Menpan RB mengatakan, GTT bisa diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) atau sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Tapi aturan ini masih dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
“Saat ini RPP sudah kami kirim ke Menteri Sekretariat Negara, kami juga menunggu,” pungkasnya.
Ganjar Pranowo mengirim pesan singkat kepada Mensetneg Pratikno, dan dijawab bahwa RPP masih di Kemenpan RB. Mendengar jawaban tersebut, Ganjar makin meradang.
“Ini bagaimana, GTT tidak bisa diselesaikan dengan politik seterika begini,” katanya sambil beranjak berdiri dari tempat duduknya.
Di sisi lain di Purbalingga, Pemkab setempat akan mengangkat GTT secara resmi dengan dasar PP 19 Nomor 2017.
PP itu adalah turunan dari UU Guru dan Dosen yang pada pasal 59 ayat 3 menyatakan, pemerintah daerah wajib mengisi kekosongan guru demi kelangsungan proses belajar mengajar.
Ganjar Pranowo kembali bertanya pada Herman, apakah pengangkatan GTT dengan PP 19/2017 itu dibolehkan? Herman ternyata tidak tegas menjawab. Ia mengatakan, bahwa dalam UU Kepegawaian hanya mengenal ASN dan PPPK.
Ganjar terus mencecar dan menegaskan Kemenpan RB ikut bertanggungjawab tentang nasib GTT dan PTT. Jika ternyata PP 19 tidak bisa digunakan, mengapa harus menunggu revisi PP 48/2006.
“Kalau ternyata tidak boleh dan Purbalingga sudah terlanjur mengangkat kemudian kena masalah hukum bagaimana? Saya minta saudara menjawab tegas disini, boleh atau tidak boleh?” tegas Ganjar.
Setelah didesak, Herman baru menegaskan bahwa, penggunaan PP 19 tidak dibenarkan. Pengangkatan GTT harus menunggu revisi PP 48.
Mendengar hal itu, Sekretaris Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (GTK Kemendikbud) dr Nurjaman menimpali, bahwa penggunaan PP 19 diperbolehkan untuk mengangkat GTT. Sebab PP tersebut adalah lex spesialis dari UU Guru dan Dosen. “Jadi boleh saja,” tuturnya.
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi juga mengatakan bahwa, beberapa daerah sudah menerapkan PP 19 tersebut.
“Ada di Jawa Timur, NTB dan beberapa kabupaten di provinsi lain. Bisa dan tidak masalah,” pungkas Unifah.
Ganjar kemudian meminta Kemenpan RB dan Kemendikbud berkoordinasi menyelesaikan persoalan GTT dan PTT.
Jika pengangkatan GTT tidak bisa serentak dan cepat, maka setidaknya Kemenpan bisa memberi kelonggaran kepala daerah untuk mengangkat GTT. (sumber: Tribunnews.com)
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, nasib GTT semakin tidak menentu. Hal tersebut ia sampaikan saat berbicara dalam diskusi kelompok terarah yang digelar PGRI Jateng memperingati Hari Guru di Wisma Perdamaian Semarang, Selasa (28/11/2017).
GTT selama ini diangkat oleh kepala sekolah karena kekurangan guru. Kekurangan guru di Jateng mencapai 49.631. Terdiri dari TK, SD dan SMP sebanyak 38.859. Kemudian 4.732 guru SMA, 5.056 guru SMK, dan 934 guru SLB.
“Kondisinya darurat guru lalu kepala sekolah inisiatif cari guru honorer,” ucap Ganjar dalam diskusi bertema 'Solusi Kekurangan Guru dan Permasalahan GTT di Jateng'.
Keberadaan guru honorer atau GTT ini tidak diakui Kemendikbud. Sebab, GTT tidak bisa mengikuti sertifikasi karena tidak memiliki surat keputusan pengangkatan dari pemerintah daerah.
Sementara untuk mengangkat GTT, kepala daerah tersandera Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2006 yang melarang pengangkatan guru honorer.
Kepala Biro Hukum Kemenpan RB Herman Suryatman yang hadir mewakili Menpan RB mengatakan, GTT bisa diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) atau sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Tapi aturan ini masih dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
“Saat ini RPP sudah kami kirim ke Menteri Sekretariat Negara, kami juga menunggu,” pungkasnya.
Ganjar Pranowo mengirim pesan singkat kepada Mensetneg Pratikno, dan dijawab bahwa RPP masih di Kemenpan RB. Mendengar jawaban tersebut, Ganjar makin meradang.
“Ini bagaimana, GTT tidak bisa diselesaikan dengan politik seterika begini,” katanya sambil beranjak berdiri dari tempat duduknya.
Di sisi lain di Purbalingga, Pemkab setempat akan mengangkat GTT secara resmi dengan dasar PP 19 Nomor 2017.
PP itu adalah turunan dari UU Guru dan Dosen yang pada pasal 59 ayat 3 menyatakan, pemerintah daerah wajib mengisi kekosongan guru demi kelangsungan proses belajar mengajar.
Ganjar Pranowo kembali bertanya pada Herman, apakah pengangkatan GTT dengan PP 19/2017 itu dibolehkan? Herman ternyata tidak tegas menjawab. Ia mengatakan, bahwa dalam UU Kepegawaian hanya mengenal ASN dan PPPK.
Ganjar terus mencecar dan menegaskan Kemenpan RB ikut bertanggungjawab tentang nasib GTT dan PTT. Jika ternyata PP 19 tidak bisa digunakan, mengapa harus menunggu revisi PP 48/2006.
“Kalau ternyata tidak boleh dan Purbalingga sudah terlanjur mengangkat kemudian kena masalah hukum bagaimana? Saya minta saudara menjawab tegas disini, boleh atau tidak boleh?” tegas Ganjar.
Setelah didesak, Herman baru menegaskan bahwa, penggunaan PP 19 tidak dibenarkan. Pengangkatan GTT harus menunggu revisi PP 48.
Mendengar hal itu, Sekretaris Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (GTK Kemendikbud) dr Nurjaman menimpali, bahwa penggunaan PP 19 diperbolehkan untuk mengangkat GTT. Sebab PP tersebut adalah lex spesialis dari UU Guru dan Dosen. “Jadi boleh saja,” tuturnya.
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi juga mengatakan bahwa, beberapa daerah sudah menerapkan PP 19 tersebut.
“Ada di Jawa Timur, NTB dan beberapa kabupaten di provinsi lain. Bisa dan tidak masalah,” pungkas Unifah.
Ganjar kemudian meminta Kemenpan RB dan Kemendikbud berkoordinasi menyelesaikan persoalan GTT dan PTT.
Jika pengangkatan GTT tidak bisa serentak dan cepat, maka setidaknya Kemenpan bisa memberi kelonggaran kepala daerah untuk mengangkat GTT. (sumber: Tribunnews.com)
Comments
Post a Comment