Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha)

Berikut ini adalah berkas buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha). Download file PDF untuk bahan media pembelajaran IPS, Sejarah, Geografi dan lain-lain. Buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha) ini diterbitkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Geografi Sejarah Tahun 2010, Penulis: Bambang Budi Utomo, Editor: Endjat Djaenuderadjat, Layout dan Desain:  Habib Subagio, Andi Syamsu Rijal, Fider Tendiardi.

Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha)
Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha)

Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha)

Berikut ini kutipan teks keterangan dari isi berkas buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha):

Masa Klasik Indonesia adalah suatu masa yang rentang waktunya antara sekitar abad ke-5 hingga abad ke-15 Masehi. Masa ini ditandai dengan awal masuknya beberapa unsur kebudayaan India di Nusantara (Kepulauan Indonesia), antara lain sistem pemerintahan (bentuk kerajaan atau kadātuan), religi (termasuk di dalamnya ajaran Hindu dan Buddha), bahasa dan tulisan, serta kesenian (seni pahat dalam bentuk arca dan relief, serta arsitektur dalam bentuk pertirtaan, ). Hingga saat ini awal masuknya kebudayaan India ditandai dengan prasasti yang dipahatkan pada tujuh buah yūpa (abad ke-5 Masehi) dari Kutai, Kalimantan Timur.

Hasil-hasil budaya dalam bentuk bangunan dan arsitekturnya pada umumnya masyarakat menyebutkannya dengan nama caṇḍi. Dalam buku ini pengertian yang sudah terlanjur melekat di benak masyarakat tersebut perlu diluruskan. Arti sebenarnya kata “caṇḍi” ini kurang jelas. Dalam bahasa Jawa Kuno istilah cinaṇḍi berarti 'dimakamkan', padahal arti harfiahnya adalah 'dicaṇḍikan'. Berdasarkan pengertian itu, ada yang mengartikan bahwa caṇḍi itu tidak lain adalah bangunan pemakaman. Ada pula yang menafsirkan bahwa kata 'candi' itu berasal dari bahasa Sansekerta caṇḍikā, yaitu nama dewi Durgā dalam kedudukannya sebagai dewi kematian.

Di Nusantara pada masa klasik Indonesia, bangunan caṇḍi dipakai sebagai bangunan suci umat Hindu. Di dalam bilik-bilik bangunan biasanya ditempatkan arca-arca pantheon (kelompok) Hindu, seperti arca Śiwa, Brāhma, Wiṣṇu, dan Ganeśa. Arca-arca ini ditempatkan pada bilik-bilik bangunan sesuai arah penjuru angin. Pada dindingnya biasanya dipahatkan relief cerita yang bersifat Hindu, seperti Ramayana dan Krĕṣṇayana.

Pada awalnya, ketika Buddha Gautama masih hidup atau setelah kematiannya, stūpa adalah tempat penyimpanan benda suci (termasuk juga bagian anggota badan seperti rambut, kuku, dan gigi) yang pernah digunakan atau dimiliki oleh Buddha Gautama atau arhat (orang yang dianggap suci) terkemuka dalam ajaran Buddha. Stupa berbentuk setengah bulatan yang pada puncaknya diberi hiasan semacam tiang yang disebut yaṣṭi. Di bagian dasar/alas dari bentuk bulatan itu terdapat lapik.

Bangunan-bangunan suci umat Buddha yang disebut stupa itu, di Indonesia ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali. Ini bukan berarti hanya ditemukan di tiga pulau tersebut, di pulau lain juga ditemukan, tetapi dalam bentuk relief seperti di Kalimantan Barat dan Sumbawa. Di dalam bangunan stupa yang mempunyai bilik (ruangan) dan pada dinding-dindingnya biasanya ditempatkan arca-arca Buddha dan pantheonnya, seperti arca Buddha dalam berbagai sikap tangan (mudrā), Bodhisattwa, dan manusia Buddha. Dalam bentuk relief biasanya mengambil cerita-cerita Buddha, seperti Jātaka, Awadhana, dan Lalitawistara. Ada juga bangunan stupa yang masif dalam artian tidak mempunyai ruangan seperti Stupa Mahligai di Muara Takus (Riau), Unur Jiwa di Batujaya (Jawa Barat), dan Stupa Sumberawan (Jawa Timur).

Bangunan-bangunan lain yang sering disebut candi adalah petirtaan (pemandian). Bangunan jenis ini kebanyakan ditemukan di Pulau Jawa, antara lain Candi Tikus di Trowulan, Jalatunda di Penanggungan, dan Candi Kepung di Kediri (Jawa Timur). Di Bali bangunan petirtaan ditemukan di depan Gua Gajah. Bangunan jenis ini berupa sebuah kolam dengan pancuran-pancuran air yang disebut jaladwara. Pancuran-pancuran air biasanya ditempatkan pada dinding kolam. Kadangkala pancuran air keluar dari dalam bokor yang dipegang oleh arca wanita/pria, atau kadang-kadang keluar dari payudara arca wanita.

Buku yang berjudul Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu-Buddha) ini menguraikan beberapa tinggalan budaya masa lampau yang mendapat pengaruh budaya India. Sistematika penulisannya dibagi dalam beberapa bagian menurut provinsi di Indonesia. Tidak semua provinsi di Indonesia yang jumlahnya 33 menyimpan tinggalan budaya yang mendapat pengaruh India. Provinsi-provinsi di kawasan tengah dan timur Indonesia dapat dikatakan nyaris tidak ada tinggalan budaya berciri seperti itu. Provinsi yang ada tinggalan budaya pengaruh India, seluruhnya ada 22 dan terdapat di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Provinsi-provinsi yang tidak mempunyai -- atau belum ditemukan-- tinggalan candi dan stupa, seperti Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Barat, untuk sementara yang dituliskan hanya temuan berupa prasasti, arca, atau tinggalan budaya lain yang mendapat pengaruh budaya India.

    Download Buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha)



    Download File:
    Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha).pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha). Semoga bisa bermanfaat.

    Lihat juga beberapa informasi dan berkas lainnya di bawah ini.


    Comments